skip to main |
skip to sidebar
... SEBUAH KISAH SU’UL KHATIMAH YG SANGAT MENAKUTKAN ...
Bismillahir-Rahmaanir-Rahim ... Salah seorang pelaut mengisahkan
kepadaku sebuah kisah yang pernah terjadi di kapal mereka. Ia
berkata,”Kami berlayar di atas kapal mengitari berbagai negeri untuk
mencari rizki.
Pada sebuah perjalanan, kami ditemani oleh
seorang pemuda yang shalih, tulus hatinya, baik budi pekertinya. Kami
melihat pancaran ketakwaan yang memancar dari wajahnya, cahaya dan
keceriaan tergambar pada kehidupannya.
Kami tidak melihatnya
kecuali dalam keadaan wudhu, shalat, atau dalam keadaan memberikan
nasihat dan arahan. Jika telah datang waktu shalat, dia adzan untuk kami
dan shalat memimpin kami.
Jika salah seorang di antara kami
tertinggal atau terlambat dia menegur dan menasihatinya. Kami senantiasa
dimanjakan dengan nasihat-nasihatnya sepanjang perjalanan kami.
Lautpun mengantarkan kami menuju sebuah pulau dari kepulauan di India,
kemudian kami pun berlabuh di sana. Sudah menjadi kebiasaan para pelaut,
menjadikan hari-hari berikutnya sebagai untuk beristirahat, setelah
penatnya perjalanan jauh.
Mereka berjalan-jalan di pasar-pasar
kota untuk membeli barang-barang asing yang mereka temukan sebagai
oleh-oleh untuk keluarga dan sanak saudara. Kemudian mereka kembali ke
kapal di malam hari.
Di antara mereka ada beberapa orang yang
terjerumus ke dalam kesesatan. Mereka pergi ke tempat-tempat permainan,
mengumbar hawa nafsu ke tempat-tempat hina dan pelacuran.
Sedangkan pemuda shalih tersebut sama sekali tidak turun dari kapal,
bahkan dia menghabiskan hari-harinya untuk membenahi kapal dan apa saja
yang dibutuhkan untuk diperbaiki. Demikian pula ia sibukkan dirinya
dengan berdzikir, membaca al-Qur an dan shalat.
Pada suatu
ketika, saat pemuda tersebut sibuk dengan pekerjaannya, tiba-tiba
datanglah salah seorang awak kapal yang termasuk orang-orang yang
mengikuti hawa nafsunya dengan melakukan segala perbuatan yang
berseberangan dengan amal-amal shalih, dan berakhlak dengan akhlak yang
rendah.
Dia berbisik kepadanya seraya berkata,”Wahai sahabatku,
kenapa engkau berdiam diri di kapal tidak menyertai kami? Kenapa engkau
tidak turun hingga melihat dunia yang bukan duniamu?
Kamu
akan melihat apa-apa yang bisa menyenangkan hatimu, dan menggembirakan
jiwamu! Aku tidak berkata kepadamu, mari menuju tempat-tempat pelacuran,
tidak juga ke tempat-tempat kebinasaan dan kemurkaan Allah Subhanahu wa
Ta’ala.
Akan tetapi marilah, lihatlah kepada tempat-tempat
permainan ular, bagaimana bermain-main dengan ular, melihat kepada
penunggang gajah, bagaimana dia menjadikan belalainya sebagai tangga
kemudian dia naik dengan kedua kaki dan tangannya hingga mendirikannya
di atas satu kaki.
Lihatlah kepada orang yang berjalan di atas
paku, orang yang mengunyah bara api seperti mengunyah huah-buahan,
orang yang meminum air laut yang menyegarkannya seperti air tawar
menyegarkannya. Wahai saudaraku turunlah, dan lihatlah manusia.
Maka jiwa pemuda itupun tergerak rindu terhadap apa yang ia dengar.
Maka dia berkata,”Apakah yang kamu sebutkan memang di luar sana?’ Maka
berkatalah teman yang buruk tersebut: ‘Ya, turunlah, lihatlah apa yang
bisa menyenangkanmu’.
Maka turunlah pemuda shailih tersebut
bersama dengan temannya. Keduanya berjalan-jalan di pasar kota dan
berbagai sudut jalan hingga masuk ke sebuah jalan kecil yang sempit.
Keduanya sampai di penghujung jalan di depan sebuah rumah kecil.
Temannya masuk ke dalam rumah tersebut dan meminta kepada pemuda tadi
untuk menunggunya dan berkata,”Sebentar lagi aku akan mendatangimu,
tetapi kamu jangan mendekat ke rumah itu.”
Duduklah pemuda
tersebut jauh dari pintu. Dia habiskan waktunya membaca Qur'an dan
berdzikir. Tiba tiba, dia mendengar suara tawa keras terbahak-bahak, dan
terbukalah pintu yang tadi dimasuki oleh temannya dan keluarlah seorang
wanita yang telah melepaskan rasa malu dan menanggalkan akhlaknya.
Sang pemuda tergerak hatinya, diapun mendekat ke pintu dan memasang
pendengarannya untuk mengetahui apa yang ada dalam rumah. Tiba-tiba dia
mendengar suara yang lain, kemudian dia melihat dari celah-celah pintu,
pandangan diikuti dengan pandangan yang lainnya, terus bergantian. Dia
melihat sesuatu yang tidak biasa dan belum pernah ia lihat sebelumnya.
Kemudian dia kembali ke tempatnya.
Saat temannya keluar, pemuda
tersebut segera menemuinya dan berkata: “Apa ini?! Celaka kamu! Ini
adalah perkara yang dimurkai Allah, dan tidak Dia ridhai.” Temannya
menghardik,‘Diamlah, wahai orang buta, wahai orang yang dungu, ini bukan
urusanmu.”
Kemudian perawi kisah ini mengatakan: “Maka kamipun
kembali ke kapal, di akhir-akhir malam. Sementara sang pemuda terjaga
tidak bisa tidur sepanjang malam. Pikirannya sibuk mengurai apa yang
telah dilihatnya. Panah setan telah menguasai hatinya, pemandangan
tersebut telah menguasai batinnya.
Belum lagi matahari terbit,
fajar belum menyingsing tetapi pemuda menjadi orang pertama yang turun
dan kapal, dalam benaknya tidak ada maksud lain kecuali hanya
melihat-lihat, tidak ada keinginan lain kecuali hanya untuk melihat
saja.
Maka pergilah dia ke tempat tersebut, selesai melihat
yang ini ia lanjutkan melihat yang itu dan begitu seterusnya melihat
dari satu pemandangan ke pemandangan lainnya, hingga akhirnya ia berani
membuka pintu dan menghabiskan waktunya di tempat tersebut.
Hari berganti hari, sementara dirinya dalam keadaan demikian.
Nahkoda kapal mencari-carinya, dan bertanya, ‘Di mana muadzdzin (tukang
adzan) kita? Di mana imam shalat kita? Di mana pemuda shalih tersebut?”
Tidak ada satu pelautpun yang menjawabnya. Sang nahkoda memerintahkan
anak buahnya untuk berpencar mencarinya.
Hingga sampailah kabar
kepada sang nahkoda berita tentang pemuda shalih dari orang yang pergi
menunjukkannya ke tempat maksiat tersebut.
Sang nahkoda
meminta orang itu menghadap, ia memaki dan memarahinya seraya berkata:
“Tidakkah kamu bertakwa kepada Allah, dan takut adzabnya? Segera pergi
ke sana dan bawa Ia kemari!”.
Maka pergilah dia menuju pemuda
tersebut, berulang kali, akan tetapi sia-sia. Orang tidak bisa membawa
sang pemuda karena dia menolak dan tidak mau pulang bersama mereka.
Maka tidak ada cara lain, pemimpin kapal akhimya mengutus beberapa
orang untuk memaksanya kembali. Merekapun meringkusnya secara paksa, dan
membawanya kembali pulang ke kapal,
Perawi kisah ini
melanjutkan,“Kapal tersebut berlayar kembali menuju ke negeri asalnya.
Para pelaut kembali kepada pekerjaan mereka masing-masing, sementara
sang pemuda berada di sisi kapal dalam keadaan menangis menyesali nasib,
merintih-rintih hingga hampir putus urat nadinya karena kerasnya
tangisan. Para awak kapal menghidangkan makanan untuknya, namun ia tidak
mau memakannya.
Selama beberapa hari demikianlah yang terjadi
padanya. Kondisinya semakin memprihatinkan. Pada suatu malam, tangis dan
rintihannya semakin menjadi-jadi, tidak ada satu orangpun dan awak
kapal yang bisa tertidur.
Maka nahkoda kapal mendatanginya dan
berkata,“Wahai pemuda, bertakwalah kepada Allah, ada apa denganmu?
Sungguh rintihanmu itu mengganggu kami, kami tidak bisa tidur, duhai
engkau apa gerangan yang menjadikanmu berubah seperti ini?”
Pemuda itupun menjawab sambil menahan sakit, “Tinggalkan aku sendirian,
sungguh aku tidak mengetahui apa yang menimpaku.” Maka berkatalah
nahkoda tersebut,‘Apa yang menimpamu?”
Kemudian sang pemuda
menyingkap pakaian dan auratnya, ternyata belatung-belatung tengah
berjatuhan dari kemaluannya. Bukan main terkejutnya sang Nahkoda,
tubuhnya gemetar ketakutan menyaksikan hal itu, ia
berkata,”A’udzubillahi min hadza (Aku berlindung kepada Allah dari yang
demikian).” Kemudian ia berdiri meninggalkan pemuda tersebut.
Sesaat sebelum fajar, awak kapal terbangun oleh suara keras yang
memanjang, mereka segera berlari berhamburan menuju ke sumber suara dan
mereka mendapati pemuda tersebut telah meninggal dalam keadaan menggigit
kayu kapal, awak kapal mengucapkan kalimat istirja’ (innalillahi wa
innailaihi raji’un) dan berdo’a memohon kepada Allah khusnul khatimah
bagi pemuda tensebut.
... Maka jadilah kisah ini sebagai
pelajaran bagi orang yang mengambil pelajaran. Tidak ada daya dan
kekuatan kecuali dengan izin Allah dan tidak ada benteng yang terbaik
yang melindungi kita dari nafsu setan kecuali menjauhi fitnah dan tempat
fitnah tersebut ...
Wallahu’alam bishshawab, ..
- Oleh : Ahmad Al-Qahthany -
~ o ~
Semoga bermanfaat dan Dapat Diambil Hikmah-Nya ....
0 komentar:
Posting Komentar